BERKACA DARI FINLANDIA
Albert
Einstein pernah berkata : Setiap orang
adalah jenius, tapi jika menilai ikan memanjat pohon maka selamanya ia akan
menganggap dirinya bodoh.
Di
Indonesia, sistem pendidikan dilakukan dengan sistem kurikulum, tidak pernah
melihat bakat anak, hal ini tidak dilakukan oleh Negara maju seperti Finlandia.
Finlandia dikenal seluruh dunia tentang sistem mendidik generasi penerus mereka
berbeda dengan kita, ditambah lagi dewasa ini terdengar isu bahwa ingin dicanangkan
program ‘fullday school’ disesuaikan dengan kebutuhan baik industri dan lain -
lain. Dalam hal ini cara kerja otak anak dan karakter anak berbeda. Bagi
sebagian orangtua yang mempunyai anak lebih dari dua orang akan menyetujui
dengan pernyataan ini. Cara mendidik anak dirumah saja beda. Hari ini kita
terfokus dengan kurikulum yang diyakini dapat membentuk “generasi muda
berkarakter”. Kebanyakan anak – anak dipaksakan pembentukan karakternya. Bagi
sebagian anak yang cocok dengan sistem ini maka ia akan merasa dirinya pintar.
Namun, disisi yang lain sebagian anak akan merasa dirinya bodoh dan kepercayaan
dirinya hilang. Sebenarnya inilah yang dinamakan dengan kejahatan intelektual
dimana secara tidak langsung membunuh psikis si anak. Setiap Dokter mendapat
gaji yang tinggi ini merupakan apresiasi karena dapat menyembuhkan jiwa
seseorang mungkin dengan menyembuhkan jantungnya, tapi setiap pendidik, mereka
mampu menyentuh hati setiap anak bahkan membuatnya lebih hidup dan berwarna,
harusnya gaji pendidik dan gaji dokter itu sepadan. Bayangkan saja seorang
dokter memberikan obat yang sama kepada setiap pasiennya dengan keluhan
penyakit yang berbeda, kira – kira apa yang akan terjadi setelahnya, hal ini
kita bayangkan juga untuk pendidik.
Dewasa
ini, pendidik dipaksakan untuk mengajari anak sesuai dengan kurikulum, bahkan
bagaimana dalam 1 semester itu si anak harus mampu menguasai materi dari
kurikulum tersebut. Tanpa berpikir bagaimana kondisi si anak dalam mencerna
semua mata pelajaran tersebut. Hal yang sering dilakukan oleh pendidik masa
kini yaitu mendikte dari mereka berada di Sekolah Dasar hingga mereka memasuki
Perguruan Tinggi, memaksakan mereka untuk berkompetisi demi mendapatkan nilai A
sebuah huruf yang diyakini dapat menentukan kualitas produk atau kejeniusan si
anak. Namun, permasalahannya ini tidak mutlak terjadi karena kesalahan
pendidik, pendidik hanya menjalankan sesuai dengan kurikulum.
Finlandia
melakukan hal – hal yang luarbiasa. Sistem pendidikan mereka lebih maju
dibandingkan Negara lain didunia, dimana waktu belajar mereka lebih singkat,
tidak ada yang namanya PR, siswa belajar dengan cara yang menyenangkan, gaji
pendidik pun tinggi dan yang lebih membanggakan lagi siswanya memilih fokus
untuk berkolaborasi bersama teman – temannya dibandingkan berkompetisi. Beda
dengan kita ditingkat perguruan tinggi misalnya, mahasiswa berlomba – lomba
berkompetisi agar IPK (Index Prestasi Kumulatif) lebih tinggi dari teman –
temannya, demi sebuah pengakuan bahwa dirinya adalah pribadi yang jenius dan
berkualitas. Sungguh sangat miris belajar berkompetisi bukan berkolaborasi.
Bahkan tidak jarang ketika berdiskusi di salam sebuah konferensi malah adu
itelejensi.
Tidak
ada yang mampu kita lakukan selain melakukan pembenahan pada sistem pendidikan
saat ini, mengubahnya secara mutlak tentu akan sangat sulit, namun apabila
diilakukan dengan perlahan yakinlah pasti bisa. Karena dunia telah maju, kita
butuh orang yang mau dan mampu berpikir progresif dan kritis.